XSML Fashion

PERUBAHAN BUDAYA PENGELUARAN MILLENNIAL: PEDULIKAH MEREKA PADA FASHION?

Facebook
Twitter
WhatsApp

Apakah generasi dominan di Indonesia ini masih peduli pada fashion? Telusuri selengkapnya di artikel ini.

 

Lebih dari 33 persen penduduk Indonesia berusia 15-34 tahun. Hal ini menjadikan Indonesia memiliki sepertiga generasi millennial dari populasinya. Bahkan pada tahun 2020 nanti, generasi ini menjadi usia produktif yang mendominasi Indonesia sebanyak 83 juta jiwa. Jumlah ini lebih banyak dari proporsi generasi X sebesar 53 juta jiwa. Dengan usia yang cukup matang, penghasilan yang memadai dan karateristiknya yang berbeda dengan generasi lain, millennial kini menjadi generasi penopang Indonesia.

MILLENNIAL TAK BISA DILEPASKAN DARI INTERNET

Pada tahun 2015, Indonesia memiliki 93,4 juta pengguna internet atau setara dengan 47,9% dari total populasi. Tentu dengan angka ini, millennial pun menyumbang pengguna terbesar. Diungkapkan Alvara Research Center, millenial berusia 15-34 tahun memiliki addicted user tertinggi dibandingkan generasi X. Semakin muda umurnya, semakin tinggi konsumsi internetnya. Hal ini pun membuat Internet menjadi kebutuhan pokok dalam komunikasi dan aktualisasi diri bagi generasi millennial.

APAKAH MEREKA PEDULI PADA FASHION?

Generasi millennial menjadikan internet penting bagi kehidupan mereka. Selain mudah mendapatkan informasi, mereka pun merasa lebih praktis. Mau beli barang ini tinggal klik, mau beli makanan ini tinggal pesan. Semuanya jadi tidak menghabiskan waktu. Salah satu industri yang secara konsisten menarik perhatian millennial yaitu fashion. Sebut saja saat hendak membeli baju, mereka ‘mempercayakan’ fashion blog, Pinterest, Explore Instagram sebagai wadah untuk mencari inspirasi. Atau jika tidak sempat keluar kantor, mereka mengandalkan internet dalam membeli produk fashion favorit.

Dengan menggabungkan dua faktor di atas: internet dan fashion, para brand berlomba-lomba menyediakan sebuah wadah baru untuk menyanggupi kebutuhan millennial sekaligus meraup keuntungan. Dan hal ini mendapat sambutan hangat dari millennial. Menurut riset yang dilakukan Brand & Marketing Institute (BMI) Research dengan 1213 responden berusia 18-35 tahun, rata-rata pengeluaran belanja online mereka mencapai Rp 825.000 per orang. Sehingga, total transaksinya pun mencapai Rp 21 triliun. Diantaranya, sebanyak 37% konsumen menghabiskan belanja online untuk pakaian, aksesoris dan sepatu.

Walaupun gemar membeli busana secara online, ternyata mereka tidak sepenuhnya hidup dengan mengikuti tren fashion saja. Sebanyak 55 persen generasi ini menyatakan “I don’t follow trends. I like to have my own personal style.” Mereka ingin tampak berbeda satu sama lain. Tetapi bagi yang mengikuti tren, Google Data melansir jika wanita millennial sedang menyukai busana yang boyish dan maskulin seperti bomber jackets dan biker jeans. “It makes anything look a bit edgier”. Google Data juga mengungkapkan millennial kini gemar dengan busana yang nyaman, stylish namun applicable seperti off-the-shoulder tops dan boho dress. Selain itu, millennial yang punya karakter free-spirit style, mereka memilih jumpsuit dan rompers untuk outfit sehari-hari.

Melihat hal tersebut, millennial bisa dikatakan masih menganggap fashion sebagai salah satu bidang penting, sesudah jasa reservasi tiket pesawat dan hotel. Namun angka ini juga menunjukkan millenial sudah mulai bergerak dalam mengubah budaya pengeluarannya dalam fashion. Mereka tak lagi ‘menghabiskan’ semua pendapatannya untuk fashion. Mengapa? Berdasarkan survei “Connecting with the Millennials” yang dilakukan PT Visa Worldwide Indonesia, millennial Indonesia kini memiliki disiplin yang kuat dalam mengatur keuangannya.

Sebanyak 96 persen responden millennial Indonesia menabung sepertiga pendapatannya. Dan diantara mereka sebanyak 57 persen menghindari pemakaian penggunaan kartu kredit dalam melakukan pembayaran. Kini millennial Indonesia menggunakan penghasilannya untuk menabung dan berinvestasi pada beberapa produk jasa keuangan.

BAGAIMANA FASHION BRAND MENANGGAPI HAL INI?

Akibat pertumbuhan millennial yang pesat, fashion brand pun memusatkan perhatian pada generasi ini. Semua lini dikerahkan brand untuk memenuhi kebutuhan millennial, seperti melakukan riset untuk mengetahui tren busana yang disukai millennial, menghabiskan banyak revenue dalam membenahi website dan sosial media, serta melakukan brand campaign yang bertujuan meraup semua perhatian millennial. Namun apakah langkah ini sudah tepat dan efektif?

Seperti yang dipaparkan di atas, kini millennial mengatur keuangannya lebih ketat untuk investasi jangka panjang. Tentunya hal ini akan berdampak pada belanja produk fashion secara online maupun offline. Jika sudah begini, brand tentu akan merasa khawatir dengan kelangsungan mereka. Namun, ada satu hal yang mungkin dilupakan yaitu mereka masih memiliki generasi X yang matang secara finansial.

Meskipun brand ‘tergiur’ dengan kemajuan millennial, generasi X pun masih produktif dan bisa dijadikan pangsa pasar. Semua lini yang dimiliki perusahaan tersebut tidak harus dikeluarkan untuk millennial saja. Dengan mengombinasikan generasi X dan generasi millennial, brand akan terlindungi keberadaannya. Misalnya, target market millennial sebesar 70 persen dan sisanya diberikan kepada generasi X.

KARENA PERUBAHAN BUDAYA PENGELUARAN MILLENIAL, 4 HAL INI HARUS DILAKUKAN FASHION BRAND AGAR MENJAGA MILLENNIAL TETAP MENCINTAI MEREKA

Fashion memang masih memegang peranan penting bagi millennial. Namun, fashion bukanlah yang utama. Walaupun brand sudah memenuhi kebutuhan millennial dengan go online, pergeseran budaya pengeluaran yang dilakukan mereka membuat brand harus memiliki 4 senjata jitu untuk menjaga millenial tetap ‘cinta’:

Mengubah Brand Lover Menjadi Brand Addict

Untuk menjaga sebuah brand agar tetap dicintai, status ‘brand lover’ saja tidak cukup. Status ini belum mampu mengiring konsumen untuk loyal terhadap sebuah brand. Misalnya, wanita gemar melihat koleksi brand A namun belum tentu membelinya, kemudian ia memutuskan untuk membeli produk brand B. Sebagai brand, sebaiknya ciptakan status ‘brand addict’ agar konsumen tidak mudah lupa dengan keberadaan Anda. Misalnya dengan membuat sebuah kampanye yang menginspirasi sekaligus melakukan engagement bersama konsumen. Mengundang millennial untuk berpartisipasi dalam karya sebuah brand akan menambahkan nilai brand journey itu sendiri.

Lakukan Strategi PATICS

Pernah dengar mengenai strategi ini? PATICS (Purpose, Accessibility. Trustworthiness, Innovation, Connectedness dan Social Presence) merupakan kunci awal yang harus dimiliki setiap brand untuk menjaga kelangsungan mereka. Awalnya, brand harus memiliki Purpose yang disesuaikan dengan visi dan misi mereka. Kemudian Accessibility, konsumen dengan mudah menjangkau produk, harga serta lokasi brand. Setelah faktor Purpose dan Accessibility, saatnya brand untuk membangun Trustworthiness (Kepercayaan). Tiga faktor sebelumnya akan dilanjutkan dengan Innovation (Inovasi). Ketika semua faktor sudah bersinergi, brand harus menjaga Connectedness dengan konsumen melalui berbagai aktivitas offline maupun online. Maka dari itu, brand akan tetap terjaga dengan adanya Social Presence.

Brand Harus Lebih Dari Kata Baik

Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya, saat ini millennial lebih mengutamakan kualitas dari nama brand. Walaupun terdengar klasik, brand pun harus meningkatkan kualitas yang berbeda dengan brand lainnya. Temukan keunikan yang membuat brand Anda tidak terlupakan. Selain itu, millennial akan merasa senang jika memiliki the must-have items yang tidak melewati batas budget mereka. Biasanya, cara millennial menyeimbangkan value dengan harga adalah berinvestasi pada luxury product, kemudian mengombinasikannya dengan fast product.

Keep Go Online!

Walaupun banyak brand yang sudah memperluas medium promosinya dengan go online. Namun, diantara mereka masih ada yang belum maksimal dalam mengawasi perkembangannya. Entah itu tidak update, belum ada informasi yang dibutuhkan konsumen, belum tersambung dengan media sosial sehingga impian go online pun pergi begitu saja. Padahal, generasi millennial yang melek internet tentu akan mencari fashion items dari media sosial seperti Facebook dan Instagram.

THE CONCLUSION

Dengan menduduki angka sepertiga dari total pengeluaran belanja online millennial, bisa dikatakan jika fashion masih menjadi kebutuhan pokok dan penting untuk Gen-Y tersebut. Namun, perubahan serta pergeseran budaya pengeluaran pada fashion masih akan tetap berlanjut. Dikarenakan, banyak faktor lain yang lebih dibutuhkan dan menarik bagi millennial, seperti traveling, musik, buku dan event. Maka dari itu, para fashion brand sebaiknya memiliki strategi dalam mempertahankan merek masing-masing atau mempertimbangkan strategi yang kami beri di atas sebagai salah satu inspirasi Anda 🙂 (Christallia)