Daftar Bahan Kain yang Minim Limbah yang Jadi Dasar Fashion Berkelanjutan

Menjaga dan menyelamatkan bumi tidak harus dilakukan superhero. Faktanya, setiap orang punya kesempatan yang sama untuk berkontribusi, bahkan dari langkah paling kecil, salah satunya berpakaian. Lalu, bagaimana kedua hal ini saling terkait?

Melansir laman Earth.org, industri fashion menyumbang sekitar 10% emisi karbon global, dan memproduksi 92 juta ton limbah tekstil setiap tahun, di mana 87% akhirnya berakhir di tempat pembuangan atau hanya dibakar. Fenomena ini menciptakan gunungan sampah fashion yang terus bertambah, di mana setiap detik ada setara satu truk penuh pakaian yang dibuang oleh pemiliknya.

Jika tidak ada langkah nyata untuk memperbaikinya, jumlah limbah tekstil diperkirakan akan meningkat menjadi 134 juta ton per tahun pada akhir dekade ini, yang berarti beban lingkungan akan terus membesar. Namun tenang, setiap orang bisa melakukan cukup satu langkah kecil, yaitu memilih pakaian dengan bahan yang minim limbah. Bagaimana caranya? Simak penjelasannya berikut ini!

Apa Itu Bahan Kain Minim Limbah?

Bahan kain minim limbah adalah material tekstil yang dirancang, diproduksi, dan digunakan dengan mengutamakan pengurangan limbah, mulai dari tahap bahan baku hingga akhir siklus hidup. Ciri utamanya termasuk:

  • Sumber terbarukan atau daur ulang seperti serat tanaman, limbah pertanian (contoh: Piñatex dari daun nanas), maupun kain hasil daur ulang (Econyl® dari jaring nelayan bekas).
  • Proses produksi efisien dan bersih, misalnya Lyocell (Tencel) yang menggunakan pendekatan closed-loop, sehingga 99 % pelarutnya dapat didaur ulang kembali.
  • Biodegradable atau mudah didaur ulang, artinya saat masa pakainya berakhir, kain bisa terurai atau direcycle tanpa meninggalkan jejak pencemaran yang serius.

Secara umum, bahan kain seperti hemp organik, linen, bamboo (proses lyocell), dan buah/limbah agro (Piñatex, Banana Fiber, Orange Fiber) masuk kategori kain minim limbah. Bahan-bahan ini bisa membantu memperkecil beban lingkungan tekstil secara keseluruhan.

Kenapa Harus Memilih Bahan Kain Minim Limbah?

Melansir Environmental Research Institue, limbah tekstil tak hanya mendominasi TPA, tetapi juga membawa ancaman serius terhadap lingkungan dan kesehatan. Bahan sintetis seperti poliester bisa membutuhkan lebih dari 200 tahun untuk terurai, dan saat membusuk, mengeluarkan gas metana, yaitu gas rumah kaca yang jauh lebih kuat dari CO₂.

Selain itu, proses pewarnaan dan finishing tekstil mencemari air; industri fashion bertanggung jawab atas 20% polusi air industri secara. Pelunturan mikroplastik dari kain sintetis juga menjadi pencemar besar lautan. Jumlahnya ditaksir mencapai 500.000 ton mikroserat per tahun, sehingga berpotensi menimbulkan risiko serius pada ekosistem laut dan kesehatan manusia.

Berdasarkan pemaparan Intech Open, jika praktik konsumsi tak berubah, dampaknya bisa sangat tragis. Proyeksi menunjukkan industri tekstil bisa menyedot hingga 26% dari anggaran karbon global dan ratusan juta ton minyak mentah hingga 2050. Ini berarti, tanpa peralihan ke bahan minim limbah serta model ekonomi sirkular, kita sedang mempercepat kerusakan iklim, memperparah krisis air, dan memperbesar dampak kesehatan masyarakat akibat polusi.

Oleh karena itu, beralih ke pilihan kain yang lebih ramah lingkungan bukan sekadar tren, melainkan tindakan krusial untuk mencegah skenario bencana bagi bumi kita.

Daftar Bahan Kain Minim Limbah untuk Fashion Berkelanjutan

Seiring dengan berkembangnya teknologi, beragam bahan kain minim limbah mulai ditemukan dan direkomendasikan karena berpotensi membawa mode ke arah lebih berkelanjutan. Inovasi teknologi tekstil memperkuat arah tersebut, namun tantangan seperti mikroplastik dan infrastruktur daur ulang masih harus diatasi. Berikut beberapa di antaranya:

1. Recycled Polyester (rPET)

Recycled polyester atau rPET adalah kain yang diolah kembali dari botol plastik atau limbah poliester. Kelebihannya dibanding virgin polyester sangat signifikan, yaitu:

  • Live Cycle Assessment (LCA) menunjukkan bahwa rPET mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 42–60%, konsumsi bahan bakar fosil hingga 66–76%, serta jejak air berkurang 67–76%.
  • Proses pembuatannya membantu penurunan emisi CO₂ hingga 75% dan hanya membutuhkan separuh energi dibanding kain baru.
  • Produksi rPET juga diperkirakan memerlukan hanya 10% dari kebutuhan air produksi virgin polyester.

Sayangnya, rPET bukan tanpa tantangan, serat sintetis ini tetap menghasilkan mikroplastik saat dicuci dan daur ulang setelah dicampur bahan lain atau diberi pewarna kompleks masih sulit.

2. Bahan Berbasis Limbah Agrikultur

Bahan inovatif berbasis limbah pertanian juga mulai dipopulerkan. Bahan ini terbuat dari sisa atau limbah hasil pertanian, seperti daun setelah panen, kulit buah, batang tanaman, yang biasanya dibuang atau dibakar.

Kini, limbah tersebut diolah menjadi serat tekstil fungsional dan estetis untuk fashion yang lebih ramah lingkungan. Teknik produksi ini mengurangi sampah serta menciptakan nilai tambah dari sumber daya yang sebelumnya terbuang sia-sia. Berikut beberapa contoh produknya:

  • Piñatex. Berasal dari kulit vegan dari serat daun nanas, yang dibuat tanpa tambahan air atau pestisida, dan menggunakan sekitar 480 daun nanas (limbah dari 16 tanaman) untuk menghasilkan 1 m² kain. Proses ini menghindarkan pelepasan sekitar 12 kg CO₂ per m².
  • Bananatex. Jenis bahan merupakan produk biodegradable dari serat pisang Abacá, adalah alternatif sustainable untuk kanvas yang banyak dipakai dalam tas dan aksesori.
  • Terdapat juga kulit nabati lain seperti dari anggur, apel, kaktus, atau kulit jeruk, semuanya memanfaatkan limbah pertanian, tanpa melibatkan hewan.

Melansir Mongabay India, sebuah studi di India menunjukkan bahwa memanfaatkan limbah agrikultur sebagai bahan tekstil hanya membutuhkan sekitar 1/6 air dibandingkan proses pembuatan katun, sekaligus memberi manfaat ekonomi langsung pada petani. Karenanya, bahan kain berbasis limbah agrikultur menjanjikan solusi win-win yang mengatasi polusi sekaligus menambah nilai pada sisa pertanian.

3. Serat Alam dan Tekstil Regeneratif

Serat alam regeneratif adalah bahan tekstil yang berasal dari tanaman, seperti hemp (rami), flax (linen), dan nettle (jelatang), yang dibudidayakan menggunakan praktik pertanian regeneratif. Beberapa bahan tradisional tetap unggul dalam circularity adalah:

  • Linen (Flax): Hampir semua bagian tanaman flax digunakan; kainnya tahan lama, breathable, serta biodegradable.
  • Hemp (Rami): Cepat tumbuh tanpa pestisida, kuat, dan minim dampak lingkungan.
  • Bambu: Diklaim mampu menyerap 62 ton CO₂ per hektar per tahun, menunjukkan efisiensi ekologis tinggi.

Metode ini tidak sekadar mengurangi dampak terhadap lingkungan, tetapi berupaya memulihkan kondisi ekosistem dan mendukung keberlanjutan jangka panjang. Pasalnya, prosesnya diketahui “memberi dampak baik”, termasuk memperbaiki kualitas tanah, meningkatkan keanekaragaman hayati, dan menyerap karbon dari atmosfer.

4. Inovasi Material & Tekstil Teknologi

Beberapa inovator menciptakan serat baru dari limbah tekstil. Perusahaan seperti Evrnu dan Natural Fiber Welding mampu mengolah limbah tekstil menjadi serat baru berkualitas tinggi—gerakan penting ke arah true circular fashion. Selain itu, desain modular dan upcycling juga mendukung pengurangan limbah dengan memperpanjang umur produk.

Saatnya Mendukung Keberlanjutan Melalui Pilihan Bahan Tekstil

Pergeseran ke bahan minim limbah memberi dampak positif, termasuk mengurangi ketergantungan pada bahan fosil dan air. Selain itu, car aini juga mempercepat transisi menuju sistem mode yang lebih tertutup dan nyata circular. Secara tidak langsung, menggunakan bahan minim limbah juga mendukung inovasi dan perkembangan sistem daur ulang tekstil.

 

Reference :

Our social media

LOGIN

Welcome back

Welcome back! Please enter your details.

Don't have an account?

Our social media

it’s payday sale!

10%off *min.spend 499k

Code Voucher: payday

at checkout
25th September – 5 October

Register

Welcome! Please enter your details.