Kemudahan berbelanja dengan sekali klik ternyata menjadi jembatan Indonesia sebagai industri e-commerce terbesar di Asia.
Kemudahan berbelanja dengan sekali klik ternyata menjadi jembatan Indonesia sebagai industri e-commerce terbesar di Asia.
Apakah belanja online sudah menjadi gaya hidup Anda? Jika iya, berarti Anda termasuk dari 88,1 juta orang Indonesia yang masuk dalam pangsa pasar e-commerce tanah air. Meningkatnya pengguna internet menjadi salah satu penyebab berkembangnya e-commerce saat ini. Tahun 2006 toko online di Indonesia mulai populer dan 2008 menjadi titik awal munculnya berbagai toko online besar, seperti Toko Bagus (Olx),Tokopedia,diikuti oleh Lazada, Bukalapak, Zalora, Elevania dan masih banyak lagi.
Meningkatnya pertumbuhan bisnis online di Indonesia, membuat negara ini bahkan, digadang-gadang menjadi pasar e-commerce terbesar se-Asia Pasifik. Sumbangan transaksi sebesar Rp61,4 triliun di tahun 2016 oleh konsumen Indonesia, cukup membuat para pelaku usaha mengencangkan lajunya. Namun meningkatnya keberadaan toko online baru yang lebih dari 100 % per tahun membuat persaingan sangat ketat. Beberapa diantara pemain baru bahkan tak mampu bertahan di industri e-commerce tanah air. Hingga saat ini, beberapa toko online yang resmi menutup usahanya, adalah Lamido, Valado, Sedapur,Paraplou, Rekuten dan masih banyak lagi.
Tumbangnya para pelaku industri e-commerce diakibatkan persaingan ketat dari segi harga. Banyak diantara mereka yang tak mampu bertahan, lantaran masuk dalam perang harga yang tidak ada habisnya. Kondisi ini dialami e-commerce yang belum alam ini tutup, seperti Rekuten. Potongan harga antar e-commerce menjadi penyebab mereka tutup dan mengalihkan modal usahanya ke bisnis lain. Perang harga juga mengakibatkan para e-commerce ternama saat ini, membuka investasi asing, demi eksistensi mereka.
Seperti contohnya Tokopedia, perusahaan e-commerce yang didirikan oleh Leontinus Alpha Edison dan William Tanuwijaya ini membuka suntikan dana dari asing. Beberapa perusahaan asing tersebut adalah telekomunikasi asal Jepang, SoftBank, CyberAgent Ventures, East Ventures dan beberapa perusahaan asing lainya yang tidak dibuka secara gamblang.
Investasi asing juga memunculkan fenomena baru, dimana penyokongan dana menjadi jembatan para pelaku e-commerce raksasa internasional masuk ke Indonesia. Mereka ikut menjajal pasar dagang elektronik tanah air melalui suntikan dana untuk e-commerce yang sudah terlebih dahulu besar di Indonesia, namun haus akan investasi. Salah satunya adalah Alibaba. Raksasa e-commerce Asia tersebut menyuntikkan dana sebesar USD500 juta untuk Lazada dan membeli sahamnya dari sejumlah investor lama, seperti Rocket Internet,Investment AB Kinnevik, dan Tesco.
Tantangan di Industri E-Commerce Tanah Air
Selain perang harga, sederet tantangan juga menghinggapi para pelaku usaha dagang elektronik. Tantangan tersebut belum juga mampu diatasi hingga saat ini. Campur tangan pemerintah menjadi harapan yang paling ditunggu. Namun sayangnya memasuki satu decade sejak meningkatnya jumlah pengusaha online pada tahun 2008,sejumlah tantangan belum juga mampu ditaklukan.
Saat ini terdapat dua hal yang paling menjadi penghambat sekaligus tantangan terbesar yang harus dihadapi para pelaku e-commerce. Hal tersebut di antaranya terkait sistem pengamanan pembayaran dan pengiriman logistik. Dari segi pengamanan pembayaran masyarakat Indonesia masih sedikit yang membayar melalui e payment. Mereka banyak melaukan transaksi dengan membayar barang setelah diterima atau Cash on delivery. Pembayaran e-payment saat ini hanya digunakan 4% dari seluruh masyarakat yang berbelanja melalui online.
Kecilnya penggunaan e-payment bukan hanya dikarenakan rendahnya kepemilikan akun bank, melainkan tingginya rasa khawatir menjadi korban cybercrime juga. Apalagi banyak kasus cybercrime belum juga mampu diselesaikan oleh para penegak hukum, karena terbentur pada aturan hukum yang ada. Di Indonesia kerugian akibat kejahatan cyber diperkirakan mencapai Rp32,29miliar. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan perampokan nasabah bank konvensional.
Sementara itu, terkait logistik permsalahan transportasi yang tidak sesuai menjadi masalah klasik. Kondisi alam Indonesia yang mayoritas perairan dirasa kurang tepat jika pengiriman barang terfokus melalui darat. Saat ini 57 % logistik diangkut melalui darat dan 43 % sisanya menggunakan jalur laut. Sedangkan udara, tidak banyak membantu karena jaringan transportasi sudah melebihi kapasitas. Jalur darat yang menjadi tumpuan masih cukup memprihatinkan, lantaran minimnya infrastruktur terintegrasi dan kurang berimbangnya moda transportasi.
Untuk jalur laut, terbatasnya jumlah pelabuhan membuat pengiriman melalui jalur laut kurang optimal. Kondisi yang sudah berlarut-larut ini, membuat barang yang dikirim para toko online memiliki resiko tinggi,terutama bagi barang-barang yang kualitasnya ditentukan dengan waktu yang terbatas. Permasalahan logistik membuat Indonesia tertinggal jauh dengan negara-negara di Asia Tenggara lainnya. Paling buruk ialah menyangkut pengiriman yang menggunakan akses darat seperti menggunakan truk, bus dan kereta api. Indonesia kalah jauh dengan Singapura, Malaysia dan Thailand.
Industri E-Commerce Indonesia dan Negara Maju
Bila dibandingkan dengan negara lain industri e-commerce Indonesia memiliki karakteristik yang cukup unik. Dilihat dari karakteristiknya, kebangkitan e-commerce tanah air sama seperti di Cina. E-commerce tumbuh dengan dibanjiri oleh para usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang menyediakan barang dan dibeli konsumen, berdasarkan rekomendasi media sosial. Di samping itu, dari segi konsumen, banyaknya konsumen yang memiliki tingkat kewaspadaan tinggi dalam sistem pembayaran menjadikan Indonesia seperti Amerika Serikat di awal pertumbuhan industri e-commercenya.
Kedua hal tersebut bisa menjadikan industri e-commerce tanah air berkembang jauh lebih besar, dibandingkan Amerika dan Cina, namun dengan catatan seluruh tantangan industri e-commerce yang ada saat ini mampu diselesaikan. Jika semua tantangan bisa diselesaikan, maka industri e-commerce tanah air dapat menjadi industri yang sangat besar, dan mampu mengungguli e-commerce di negara-negara Asia lainnya. Hal ini dapat dilihat dari proyeksi angka yang mencapai USD130miliar di tahun 2020 mendatang.
Langkah Sukses Di Industri E-Commerce Indonesia
Potensi keuntungan yang cukup besar di industri e-commerce membuat banyak perusahaan di bidang barang atau jasa mulai beralih ke dunia online. Mereka mencoba mengambil peruntungan melalui industri yang tengah berkembang ini. Berkaca dengan kegagalan sejumlah market palce di tanah air, para pendatang baru harus mulai waspada dan memiliki formula-formula yang berbeda.
Banyak diantara toko online akhirnya menyerah dalam perjalanannya di industri e-commerce, karena kalah dalam perang harga. Jika ini menjadi hal yang menakutkan, maka perusahaan pemula di industri e-commerce, tak perlu masuk dalam aliran perang harga. Sebaliknya perusahaan lebih baik fokus pada maintenance situs. Para pelaku usaha online juga bisa menggiring opini melalui tulisan-tulisan ringan yang dibagikan di situs website. Opini tersebut bisa menggabungkan gaya hidup para konsumen yang memiliki hubungan dengan barang dagangan yang ditawarkan.
Hal lainnya yang tak kalah penting adalah promosi brand. Ini bisa dilakukan melalui iklan secara offline ataupun online. Iklan-iklan kreatif seperti milik Bukalapak, bisa menjadi inspirasi. Sejalan dengan perkembangan usaha melalui online, layanan pesan antar juga menjadi layanan yang cukup vital. Dari segi layanan, kita bisa mengikuti situs online yang sudah ada, yakni memberikan layanan pengiriman cepat. Ini bisa dilakukan dengan menggandeng pihak ketiga. Layanan pengambilan barang di otlet tertentu seperti layanan yang dimiliki Mataharimall.com juga bisa menjadi pilihan.
Kesimpulan
Berbagai proyeksi tentang peluang industri e-commerce Indonesia nyatanya tak diimbangi dengan serangkaian infrastruktur pendukung. Kondisi ini membuat industri offline belum mampu digantikan oleh e-commerce. Hingga beberapa tahun ke depan sistem jual-beli secara tradisional masih terus eksis. Pusat perbelanjaan masih menjadi favorit, di tengah menggeliatnya pemasaran produk di dunia maya.
Apakah belanja online sudah menjadi gaya hidup Anda? Jika iya, berarti Anda termasuk dari 88,1 juta orang Indonesia yang masuk dalam pangsa pasar e-commerce tanah air. Meningkatnya pengguna internet menjadi salah satu penyebab berkembangnya e-commerce saat ini. Tahun 2006 toko online di Indonesia mulai populer dan 2008 menjadi titik awal munculnya berbagai toko online besar, seperti Toko Bagus (Olx),Tokopedia,diikuti oleh Lazada, Bukalapak, Zalora, Elevania dan masih banyak lagi.
Meningkatnya pertumbuhan bisnis online di Indonesia, membuat negara ini bahkan, digadang-gadang menjadi pasar e-commerce terbesar se-Asia Pasifik. Sumbangan transaksi sebesar Rp61,4 triliun di tahun 2016 oleh konsumen Indonesia, cukup membuat para pelaku usaha mengencangkan lajunya. Namun meningkatnya keberadaan toko online baru yang lebih dari 100 % per tahun membuat persaingan sangat ketat. Beberapa diantara pemain baru bahkan tak mampu bertahan di industri e-commerce tanah air. Hingga saat ini, beberapa toko online yang resmi menutup usahanya, adalah Lamido, Valado, Sedapur,Paraplou, Rekuten dan masih banyak lagi.
Tumbangnya para pelaku industri e-commerce diakibatkan persaingan ketat dari segi harga. Banyak diantara mereka yang tak mampu bertahan, lantaran masuk dalam perang harga yang tidak ada habisnya. Kondisi ini dialami e-commerce yang belum alam ini tutup, seperti Rekuten. Potongan harga antar e-commerce menjadi penyebab mereka tutup dan mengalihkan modal usahanya ke bisnis lain. Perang harga juga mengakibatkan para e-commerce ternama saat ini, membuka investasi asing, demi eksistensi mereka.
Seperti contohnya Tokopedia, perusahaan e-commerce yang didirikan oleh Leontinus Alpha Edison dan William Tanuwijaya ini membuka suntikan dana dari asing. Beberapa perusahaan asing tersebut adalah telekomunikasi asal Jepang, SoftBank, CyberAgent Ventures, East Ventures dan beberapa perusahaan asing lainya yang tidak dibuka secara gamblang.
Investasi asing juga memunculkan fenomena baru, dimana penyokongan dana menjadi jembatan para pelaku e-commerce raksasa internasional masuk ke Indonesia. Mereka ikut menjajal pasar dagang elektronik tanah air melalui suntikan dana untuk e-commerce yang sudah terlebih dahulu besar di Indonesia, namun haus akan investasi. Salah satunya adalah Alibaba. Raksasa e-commerce Asia tersebut menyuntikkan dana sebesar USD500 juta untuk Lazada dan membeli sahamnya dari sejumlah investor lama, seperti Rocket Internet,Investment AB Kinnevik, dan Tesco.
Tantangan di Industri E-Commerce Tanah Air
Selain perang harga, sederet tantangan juga menghinggapi para pelaku usaha dagang elektronik. Tantangan tersebut belum juga mampu diatasi hingga saat ini. Campur tangan pemerintah menjadi harapan yang paling ditunggu. Namun sayangnya memasuki satu decade sejak meningkatnya jumlah pengusaha online pada tahun 2008,sejumlah tantangan belum juga mampu ditaklukan.
Saat ini terdapat dua hal yang paling menjadi penghambat sekaligus tantangan terbesar yang harus dihadapi para pelaku e-commerce. Hal tersebut di antaranya terkait sistem pengamanan pembayaran dan pengiriman logistik. Dari segi pengamanan pembayaran masyarakat Indonesia masih sedikit yang membayar melalui e payment. Mereka banyak melaukan transaksi dengan membayar barang setelah diterima atau Cash on delivery. Pembayaran e-payment saat ini hanya digunakan 4% dari seluruh masyarakat yang berbelanja melalui online.
Kecilnya penggunaan e-payment bukan hanya dikarenakan rendahnya kepemilikan akun bank, melainkan tingginya rasa khawatir menjadi korban cybercrime juga. Apalagi banyak kasus cybercrime belum juga mampu diselesaikan oleh para penegak hukum, karena terbentur pada aturan hukum yang ada. Di Indonesia kerugian akibat kejahatan cyber diperkirakan mencapai Rp32,29miliar. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan perampokan nasabah bank konvensional.
Sementara itu, terkait logistik permsalahan transportasi yang tidak sesuai menjadi masalah klasik. Kondisi alam Indonesia yang mayoritas perairan dirasa kurang tepat jika pengiriman barang terfokus melalui darat. Saat ini 57 % logistik diangkut melalui darat dan 43 % sisanya menggunakan jalur laut. Sedangkan udara, tidak banyak membantu karena jaringan transportasi sudah melebihi kapasitas. Jalur darat yang menjadi tumpuan masih cukup memprihatinkan, lantaran minimnya infrastruktur terintegrasi dan kurang berimbangnya moda transportasi.
Untuk jalur laut, terbatasnya jumlah pelabuhan membuat pengiriman melalui jalur laut kurang optimal. Kondisi yang sudah berlarut-larut ini, membuat barang yang dikirim para toko online memiliki resiko tinggi,terutama bagi barang-barang yang kualitasnya ditentukan dengan waktu yang terbatas. Permasalahan logistik membuat Indonesia tertinggal jauh dengan negara-negara di Asia Tenggara lainnya. Paling buruk ialah menyangkut pengiriman yang menggunakan akses darat seperti menggunakan truk, bus dan kereta api. Indonesia kalah jauh dengan Singapura, Malaysia dan Thailand.
Industri E-Commerce Indonesia dan Negara Maju
Bila dibandingkan dengan negara lain industri e-commerce Indonesia memiliki karakteristik yang cukup unik. Dilihat dari karakteristiknya, kebangkitan e-commerce tanah air sama seperti di Cina. E-commerce tumbuh dengan dibanjiri oleh para usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang menyediakan barang dan dibeli konsumen, berdasarkan rekomendasi media sosial. Di samping itu, dari segi konsumen, banyaknya konsumen yang memiliki tingkat kewaspadaan tinggi dalam sistem pembayaran menjadikan Indonesia seperti Amerika Serikat di awal pertumbuhan industri e-commercenya.
Kedua hal tersebut bisa menjadikan industri e-commerce tanah air berkembang jauh lebih besar, dibandingkan Amerika dan Cina, namun dengan catatan seluruh tantangan industri e-commerce yang ada saat ini mampu diselesaikan. Jika semua tantangan bisa diselesaikan, maka industri e-commerce tanah air dapat menjadi industri yang sangat besar, dan mampu mengungguli e-commerce di negara-negara Asia lainnya. Hal ini dapat dilihat dari proyeksi angka yang mencapai USD130miliar di tahun 2020 mendatang.
Langkah Sukses Di Industri E-Commerce Indonesia
Potensi keuntungan yang cukup besar di industri e-commerce membuat banyak perusahaan di bidang barang atau jasa mulai beralih ke dunia online. Mereka mencoba mengambil peruntungan melalui industri yang tengah berkembang ini. Berkaca dengan kegagalan sejumlah market palce di tanah air, para pendatang baru harus mulai waspada dan memiliki formula-formula yang berbeda.
Banyak diantara toko online akhirnya menyerah dalam perjalanannya di industri e-commerce, karena kalah dalam perang harga. Jika ini menjadi hal yang menakutkan, maka perusahaan pemula di industri e-commerce, tak perlu masuk dalam aliran perang harga. Sebaliknya perusahaan lebih baik fokus pada maintenance situs. Para pelaku usaha online juga bisa menggiring opini melalui tulisan-tulisan ringan yang dibagikan di situs website. Opini tersebut bisa menggabungkan gaya hidup para konsumen yang memiliki hubungan dengan barang dagangan yang ditawarkan.
Hal lainnya yang tak kalah penting adalah promosi brand. Ini bisa dilakukan melalui iklan secara offline ataupun online. Iklan-iklan kreatif seperti milik Bukalapak, bisa menjadi inspirasi. Sejalan dengan perkembangan usaha melalui online, layanan pesan antar juga menjadi layanan yang cukup vital. Dari segi layanan, kita bisa mengikuti situs online yang sudah ada, yakni memberikan layanan pengiriman cepat. Ini bisa dilakukan dengan menggandeng pihak ketiga. Layanan pengambilan barang di otlet tertentu seperti layanan yang dimiliki Mataharimall.com juga bisa menjadi pilihan.
Kesimpulan
Berbagai proyeksi tentang peluang industri e-commerce Indonesia nyatanya tak diimbangi dengan serangkaian infrastruktur pendukung. Kondisi ini membuat industri offline belum mampu digantikan oleh e-commerce. Hingga beberapa tahun ke depan sistem jual-beli secara tradisional masih terus eksis. Pusat perbelanjaan masih menjadi favorit, di tengah menggeliatnya pemasaran produk di dunia maya.